Wednesday, September 30, 2015

Kelemahan Aksi Masa

Sore ini aku sedang menamatkan membaca "Saman", Novel yang ditulis oleh salah seorang sastrawan perempuan Indonesia, Yang melabeli tulisannya "Spiritual-Kritis", Ayu Utami.

Di bagian terakhir novel itu menceritakan kelemahan aksi massa, yang ahh, jika orang-orang sudah berkumpul, berkerumun, akan semudah memantik api pada bensin, Untuk menyulut amarah mereka.

Ketika ku membaca bagian itu, betapa ku teringat dengan peristiwa beberapa waktu lalu yang sedikit mengusik ketenanganku. Betapa sebuah tulisan yang memberikan kritik kepadaku, yang kutanggapi dengan terbuka, malah menyulut kebencian sekumpulan orang terhadapku.

Malah, yang membuat ku semakin tidak enak hati bukanlah, tulisan itu lagi, namun hubunganku dan sikap orang-orang setelahnya.

Karena aku tak mau menjadi orang jahat, tak mau menjadi orang yang tidak baik, tak mau menjadi orang yang mengecewakan.

Aku ingin menjadi orang baik.

Monday, September 28, 2015

Si Persona

Kenalkah kau akan persona?
Persona diri mu sendiri?
Aku baru menyadari bahwa aku memunyai berbagai persona.
Setiap rekan yang Ku temui pada momen dan suasana yang berbeda, akan menemui Ku dengan berbagai persona.

Teman-temanku di universitas, akan mengenalku dengan si persona "Perempuan extra-extrovert, independent, Mandiri, tangguh."

Dan pagi ini aku tertampar ketika kau menyadarkan Ku , tentang persona yang kau tangkap dari Ku, kemanjaan, dependent, bergantung.

Seketika aku marah.
Dengan persona Ku yang begitu lemah di hadapanmu!

Dan aku tak akan lagi memunculkan persona itu kepada siapa pun (lagi).

Saturday, September 26, 2015

Tentang Bulan Purnama

Aku ingat, Bulan lalu 28 Agustus, kita duduk berdua memandang pantulan bulan purnama di taman kota dekat Masjid Sunda Kelapa. Kemudian berpindah ke Monas demi menuruti keinginanku mencari tempat yang lebih lengang di banding bersanding dengan hiruk pikuk dan riuh ramai di taman.
Namun, kita pun tak bisa berlama-lama di Monas. Rupanya wajah kota sudah banyak berubah. Aku tak menyadari itu, aku aku yang tak mau sadar?

Malam itu kita berbincang, bersenda gurau penuh canda tawa.

Malam ini, 26 September, kulihat lagi Bulan yang hampir Purnama, di pelataran Taman Ismail Marzuki, tapi tidak bersamamu.

Aku bersama tiga pria lain, yang masing-masing memiliki ceritanya sendiri. Ceritanya tentang hidupnya. Cerita denganku. Cerita tentang kita semua.

Entah sedang berada di mana malam itu. Mungkin kamu sedang di rumahmu yang membangkitkan hidupmu kembali. Dan aku semakin tak bisa menjangkau mu.

Friday, September 25, 2015

Si Alter Ego

Dia datang lagi!
Si Alter Ego,
Yang entah ia benar ada atau tidak.

Ia kembali merasuk, dengan jiwa pembangkangnya.
Ia mengajakku berontak!

Thursday, September 24, 2015

Sudah Jangan Takut-Takut

Kamu ingat ceritaku tentang alter ego? Kata dia, seorang teman berbincang ku di suatu malam di rumah makan Aceh, aku tidak punya alter ego, karena... ah baca saja kisah ku di malam itu.

Tapi, pagi ini aku mendapatkan surat ini. Entah dari siapa, menurutku dari sisi diriku yang lain, si alter ego.

"Sudah lah jangan lagi kau takut-takut, karena tidak mau dicap buruk atau jahat.
Sudahlah, sudah terlanjur dicap jelek ini itu oleh orang yang tida kenal kamu.
Meski pun kau lakukan hal-hal baik, kau masih saja di cap jelek ini itu.
Ya sudah, tak perlu lagi kau takut-takut.
Beranikan saja dirimu untuk lakukan hal yang kamu anggap benar.
Buanglah rasa takut dan sensitifmu itu!
Buang jauh-jauh!"

...

Kepada siapa pun kamu yang menuliskan surat itu untuk ku, terimakasih. Aku ingin seberani kamu, dan aku akan seberani kamu!
Terus temani aku!

Wednesday, September 23, 2015

Mari Berbahagia

Mari berbahagia!
Karena aku ingin bahagia,
Tinggalkan suka duka yang ada,
Mari kita tersenyum dan tertawa.

...

Sajak-Sajak Kecil Tentang Cinta

/1/
mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat

/2/
mencintai cakrawala
harus menebas jarak

/3/
mencintai-Mu
harus menjelma aku

MELIPAT JARAK
Sapardi Djoko Damono

Tuesday, September 22, 2015

Kenapa Kamu Pandai Sekali Membuat Aku Tertawa?

***

Ahhh kamu!
Aku tadi sedang bersedih, dan secuil air mata sudah menetes di pinggir pelupuk mata.

Tapi, tiba-tiba saja, kamu buat aku tertawa, karena kekonyolanmu!
Ahh, aku membayangkan senyum dan muka mu itu dalam angan ku.

Lagi aku kembali terhempas dalam realita, duduk di kursi di balik layar laptop seorang diri.

***

...

Sebuah (Sebanyak) Terapi

Menulis
Membaca
Menari
Berlari

adalah terapi bagi ku.

..................................

Dance is the Hidden Language of the Soul (2)

***

"Iya, aku suka menari, tapi selama ini ketika aku ikut menari di sanggar, aku merasa malu, dan merasa tidak lepas, aku merasa, ada yang mengkungkung tubuh ini, membatasi diri ini untuk berekspresi."

"Kenapa? karena hijabmu?" Kamu memberondong berbagai pertanyaan yang belum sempat bisa aku balas.

 "Kamu tahu? Di Turki, perempuan berhijab pun bebas merokok di area publik." Kamu mengatakan itu dengan nada yang lebih tegas, dibanding nada suaramu sebelumnya. Seakan-akan kamu ingin menyadarkan aku dari kelinglungan dan kebimbangan identitas ku ini.

"Ahh, itu terlalu bukan aku sepertinya. Aku merasa aku masih terkungkung, dan ada yang membatasi tubuh dan jiwaku." Ucapku dalam hati, tanpa sempat bisa ku utarakan padanya.

"Cobalah kamu menari Jaipong. Geraknya lincah dan centil, sepertinya itu cocok buat kamu yang ingin meluapkan dan mengekspresikan perasaan dan emosimu."

Aku hanya diam mengangguk, ku pertimbangkan sarannya.

Aku mencari berbagai sanggar tari Jaipong yang ada di sekitar Jakarta. Hingga salah satu sanggar yang ku dapat informasinya karena hasil browsing, menuliskan satu bait yang masih terus terngiang di kepalaku, hingga kini aku menuliskan cerita ini beberapa bulan setelahnya. "Dance is the hidden language of the soul."

Aku hanya, menemukan secuil quotes itu dari salah satu laman web sanggar tari di daerah Jakarta Timur. Belakangan aku baru tahu, kalau Martha Graham adalah si empunya quotes.

Martha Graham adalah seorang penari modern dan juga koreografer di Amerika. Pengaruhnya di dunia tari, sama halnya seperti Picasso di dunia lukis. Ia menari dan menjadi seorang koreografer selama 70 tahun. Menjadi penari pertama yang tampil di Gedung Putih dan menjadi duta di bidang budaya. Banyak penghargaan yang ia peroleh karena tariannya.

Koreonya yang ia bentuk dinamai Graham technique, kini masih diajakarkan di seluruh dunia.

Graham masih terus menari hingga akhir hayatnya di umur 96 pada tahun 1991. Hidupnya berakhir karena penyakit pneumonia. Sebelum akhirnya menyerah pada penyakitnya, Graham telah menyelesaikan autobiografinya, Blood Memory, yang dipublikasikan di musim gugur di tahun yang sama ketika Ia meninggal. Ia dikremasi, dan abunya disebar di Pengunungan Sangre de Cristo di bagian utara New Mexico.

Bagi ku,  "Dance is the hidden language of the soul" adalah sebuah ungkapan yang memang mengena dalam hati dan pikiranku, karena dalam tari aku terbenam dalam dunia ku sendiri yang bebas, lepas tanpa kungkungan dan batasan apa pun. Aku merasa menjadi manusia bebas saat menari, meski hanya beberapa menit saja, itu menenangkan dan membebaskan.


***
(bersambung)

Dance is the Hidden Language of the Soul

Tengah malam itu, kita bersama beberapa teman yang lain sedang asyik menikmati hidangan masing-masing. Seingatku aku sedang menyantap sepiring Mie Rebus Aceh Cumi, sedang kamu menyantap nasi goreng. Yang lain? Bermacam-macam pesanannya, Roti Cane, Mie Goreng Aceh, dan berbagai hidangan khas Aceh lainnya.

Aku ingat, saat itu kita belum terlalu dekat. Dekat? Hmmm, hubungan dekat macam apa ya, yang kita jalani sekarang ini? Aku tidak tahu, tidak bisa didefinisikan. Terlalu samar-samar.

Saat itu, kamu adalah orang yang paling nyaman dan paling bisa aku percaya untuk menumpahkan segala macam beban yang ku sendiri entah sanggup entah tidak untuk memikulnya.

Aku ingat, waktu itu kita duduk bersampingan, sehingga kita bisa berbicara, sedikit berbisik, mencuri waktu untuk aku mengeluarkan keruwetan yang ada dalam pikiran ku, yang hanya bisa (yang hanya ku percaya) untuk berbagi denganmu, masih belum bisa ku bagi dengan yang lainnya, padahal, nyatanya, di situ, kamu adalah orang yang paling baru ku kenal.

Saat itu, kamu tahu benar, aku sedang dalam gelisah, banyak beban dan penat yang menumpuk, terlalu banyak emosi yang ku simpan, tapi tidak bisa aku keluarkan.

Di sela-sela makan kita, aku bilang sama kamu, "aku merasa punya alter ego." "Alter ego?! Memangnya kamu merasa seperti apa?" tanyanya. "Aku merasa dalam perangaiku yang sekarang, aku merasa terbatasi, dibatasi, dikungkung, jauh di dalam dasar hatiku, aku ingin bebas, merasakan kebebasan."

"Kamu tahu? Hal-hal gila apa yang ingin aku lakukan?",
"Apa?" tanyamu.
"Aku suka, half naked di dalam kamar, aku merasa seksi, bebas, lepas tanpa batasan apa pun.
Aku ingin menggambar tato kupu-kupu berwarna biru di pinggulku, karena aku rasa itu seksi, dan suatu bentuk transformasi, suatu yang buruk rupa menjadi suatu keindahan.
Aku suka menari! Dengan tari aku bisa melepas emosi dan semua rasa yang terpendam dalam jiwa."

Semua itu tak pernah kuceritakan (paling tidak secara detail) pada orang lain. Bodohnya, kenapa aku ceritakan itu semua ke kamu? Seorang lelaki yang baru ku kenal beberapa bulan ini?!

"No, No, No, No, No, itu bukan alter ego! Itu hanya ungkapan emosi dan ekspresi di dalam diri kamu saja", katanya. "Karena alter ego, jauh lebih, menyeramkan", katamu dengan nada hati-hati.
"Alter ego, seperti kita memiliki pribadi yang lain, yang bisa kita ajak bicara, ketika kita membutuhkan sosok diri kita yang lain, sosok yang ingin kita ajak bicara, diskusi, berbagi pandangan, memutuskan sesuatu. Kamu tidak punya alter ego, ekspresikan lah emosi dan perasaanmu, kalau memang itu perlu,"

"Menarilah!"

Kata-kata yang menjadi penutup perbicangan ku dengannya malam itu.

*** 

(bersambung)

Monday, September 21, 2015

Hujan yang Meneduhkan dan Mendamaikan

Tiada yang lebih syahdu dibanding suara deru hujan. Suaranya selalu tenang mendamaikan.
Sore ini, Jakarta di guyur hujan.

Hujan yang turun sore ini seakan menjadi pendamai bagi ku, menyelimuti ku, dan menina-bobokan pikiran ku, yang entah sedang berada di mana.

Sayang, hujan sore ini hanya hujan yang sekelebat saja.
Dan aku begitu rindu hujan.

"Rindu akan hujan, atau rindu pada momen disaat hujan deras mengguyur kita berdua di tengah malam Jakarta beberapa bulan silam?" nyinyir ku dalam hati.

Tapi bukan tentu saja, jujur aku ingin melewati momen berdua di bawah langit berpengawal hujan di sore atau malam hari, bersama kamu, pria pilihan, yang entah mengapa, aku menjatuhkan rasa dan pilihan kepada kamu, si pemberi kenyamanan, si tempat berbagi semua hal, tempat ternyaman untuk bersandar dan pulang.

Dan aku hanya ingin membenamkan diri dalam mimpi, diselimuti oleh hujan yang mengguyur dengan deras.

Cinta dan Perasaan, Hal Paling Anomali dalam Hidup!

Cinta itu apa?
Kamu bisa definisikan cinta?
Aku tidak.

...

Malam ini tiba-tiba aku membaca buku yang diberikan oleh seorang kenalan beberapa bulan lalu. Sebuah buku, kumpulan cerpen berjudul "Percaya (Tak Percaya) Cinta" yang ditulis oleh Muthia dan Alldo. Sontak aku jadi teringat ketika dulu ditanya oleh sang pemberi buku, yang juga menjadi penulis buku ini.
"Kamu percaya cinta atau tak percaya cinta?",
saat itu dengan sedikit ragu aku menjawab, "Aku cenderung tak percaya cinta."
"Oh, kamu tim Alldo ya! Tak percaya cinta!" Serunya.

Aku lupa, alasan apa yang ku beri saat itu, ketika aku bilang, aku tak percaya cinta.
Nyatanya, saat ini enam bulan setelah pemberian buku itu, aku sedang, mungkin, merasakan jatuh cinta?

Cinta dan perasaan memang hal yang paling anomali menurut ku. Samar-samar aku ingat, seperti ada sebait kalimat dengan kata cinta itu anomali, ketika aku memberikan alasan mengapa aku tak percaya cinta beberapa bulan lalu, di pelataran Taman Ismail Marzuki.

Kamu yang hanya bisa kutemui dalam Mimpi

Kamu, hanya bisa kutemui dalam mimpi,
Untuk bersenda gurau, berbagi tawa, dan juga bercumbu.

Kepingan-kepingan rindu ku,
Menarik kamu hadir dalam mimpi ku di beberapa malam ini.

Aku masih ingat betul senyum mu, kerlingan mata mu,
dan wajah menggoda mu malam itu,
Di antara orang-orang yang sedang berpuisi.

Raut muka mu itu seakan berkata,
"Kamu kangen kan? Ini aku datang."
Aku hanya bisa membalas senyum

Kamu memang sebegitu menggoda!

Jakarta, 21 September 2015

Aku Ingin Hidup Kembali dan Merasakan Nyamannya Pulang

Blog ini lahir, Senin 21 September 2015
Ketika pagi beranjak menuju siang,
Ketika kopi ku cuma tinggal setengah gelas.

Tiga hari setelah aku menangis teramat,
Penuh sedu sedan,
Karena ku terlalu takut, takut kehilangan, berpisah dan menjauh darinya.

Dua hari setelah aku merasa sangat bahagia,
Karena ku bisa bertemu, menatap, melirik senyumnya dan kerlingan matanya yang menggoda, menggenggam tangannya meski dengan diam-diam di tengah keramaian kawan yang bercerita dan bercanda tawa.

Satu hari setelah aku menangis lagi, dengan terisak dan emosi,
Karena telfon dari Ibu di kampung,
Karena ...
(yang belum bisa kuceritakan di sini)

Pagi ini,
Pun ada sesuatu yang mengusik hatiku lagi,
Tentang suatu amanat dan beban yang sedang ku tanggung,
Sungguh ternyata berat mengembang sebuah amanat.

Aku menjadi teringat dengan obrolanku dengannya Sabtu malam itu,
Ia sekarang bahagia, "Aku hidup kembali dan Aku Pulang" dengan keluarganya di dunia teater.
Aku senang, dan ingin melihatnya di panggung pertunjukan,
Bermain peran, dan memainkan sebuah karakter yang lain, yang sama sekali berbeda dengannya yang ku temui di sehari-hari,
Tapi aku juga takut, takut dia akan tenggelam dalam hidup dan rumahnya itu,
Hingga akan pergi kian menjauh dariku,
Tak ada lagi canda tawa, dan berbagi kisah.


Aku pun ingin seperti dia yang bisa hidup kembali dan merasakan nyamannya pulang.

Aku ingin.

Sunday, September 20, 2015

Cemburu (?)

Seringkali kamu kenalkan teman-teman perempuan (dekat) mu pada ku,
Menceritakan kisah-kisah pertemanan dan perjalanan kalian sejak bertahun silam,

Aku ingin seperti itu,
Tapi, pertemanan kita baru seumur jagung,

Kamu sudah terlalu pandai membaca raut muka ku,
"Cemburu?" tanya mu,
Tak ku jawab,
Dalam hati, "IYA AKU CEMBURU!"

Berat ternyata beban yang harus ditanggung oleh seorang yang mencintai,
Kamu begitu memerhatikan urusan dan kisah orang lain,
Kamu selalu memenangkan bagiku,
dan pasti juga bagi teman-teman perempuan (dekat) mu itu,

Tapi apa daya,
Kamu obat penenang bagi ku,
Dan aku semakin mencintaimu,
Meskipun kamu tak perlu tahu.

Jakarta, 20 September 2015

Saturday, September 19, 2015

Senyum mu,
Telah cukup mengobati Rindu ku.

Sabtu, 19 September 2015

Friday, September 18, 2015

Perpisahan (?)

Pagi itu, tiba-tiba saja kamu muncul dalam mimpiku. Aku yakin itu kamu. Wajahmu tergambar jelas. Aku pun bingung, belum pernah ku bermimpi dan mengingat sejelas itu sosok yang ada dalam mimpiku.

Saat itu, kamu mengenakan baju putih dan warna merah di sisi pinggirannya. Kala itu, aku merasa murung dan duduk menepi sendiri di sebuah sofa, yang aku sendiri tak tahu di mana. Sepertinya tempat itu ramai, tapi tak ada satu orang pun di dekat ku.

Lalu, tiba-tiba kamu datang dengan senyum dan tawa khas mu. Yang jika ku melihatnya saja, aku bisa ikut tersenyum dan tertawa bersamamu.

Seketika, rasa sepi, sendiri dan murung hilang ketika kamu didekatku. Aku ingat, dalam mimpi itu aku tersenyum tertawa bahagia.

Lalu aku terbangun.

***

Entah, mungkin mimpi itu datang karena aku terlewat memendam rindu kepada kamu? Aku tidak tahu.

Baru beberapa hari lalu kita bertemu, tapi entah mengapa, serasa sudah teramat lama.

Tapi, tiba-tiba semua berubah.

Mungkin mimpi itu adalah sebuah pertanda? Sebuah perpisahan? Ku harap bukan.

Jakarta, 18 September 2015
Rumah,
AKU RINDU!

18 September 2015

Thursday, September 17, 2015

Pria Pilihan

1


Pagi itu, malas sekali rasanya aku beranjak dari tempat tidur ku. Rasa lelah yang teramat menggelayut. Membuat ku hanya berbaring seharian sembari membaca buku. Pagi itu, aku baru saja memulai membaca Novel DILAN. Kata Dilan,“Cinta itu indah. JIka bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan”. Begitu ya? Ah aku masih terlalu awam tentang cinta-cinta.

Sontak saja ku kirimkan petikan kata itu ke kamu. Tapi balasan apa yang ku dapat? Ah kamu memang selalu di luar tebakan ku!sama seperti Dilan. “Gak ada yang salah dalam memilih. Yang salah menurutmu belum tentu salah buat yang lainnya.”

Aku senyum-senyum saja mendapat balasan seperti itu dari kamu. Rasanya, ada sesuatu yang ku ingin sampaikan ke kamu. Tapi aku engga bisa.Kata ku cinta itu hal yang paling anomali di dunia ini. Kata kamu cinta itu transaksional.

Kaya kata kamu tadi, ga ada yang salah dalam memilih. Terus aku sudah terlanjur memilih, untuk suka kamu! Meski kamu pun ga tahu. Aku tahu dan aku sudah memilih aku suka kamu, tapi apa aku juga sudah dengan (tidak) sengaja memilih untuk jatuh cinta sama kamu?

Aku ga tau! Itu masih samar-samar!

Taman Ismail Marzuki, 17 September 2015